12 November 2018

in between

<>


“maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk”
Tanpa sengaja aku melempar handphoneku pelan ke meja
“Gila keras banget ini orang.”  Aku menggelengkan kepalaku, menghela nafas lalu memandangi sekeliling Kafe, kafe dengan nuansa bamboo ini sangat membuatku tenang. ‘perfect place to be alone’,  yah walaupun saat ini aku tidak benar-benar sedang menenangkan pikiranku seperti yang biasanya aku lakukan disini. Sekarang aku sedang duduk merenung memutar otak apa yang harus aku lakukan. Lagi-lagi, aku berada di tengan-tengah hubungan orang lain, bukan sebagai orang ketiga, tapi sebagai penengah. Miksi, nama panggilan temanku yang aslinya bernama fretty, ia yang tadi mereject telfonku, lalu meninggalkanku pesan “Aku gak mau denger apa-apa”. 
            Aku tidak tahu harus memihak pada siapa, Miksi adalah temanku, yang membuat aku seharusnya membelanya, namun melihat tingkahnya yang sungguh keras dan tidak menerima pendapat orang lain membuatku berputar ke Rangga. Aku berfikir tentang apa yang membuat Rangga jatuh cinta dengan Miksi. Tidak bermaksud untuk menjelekkan Miksi, ia memang temanku, teman dekatku, namun hal itu juga tidak membuatku buta dengan kenyataan dimana ia memiliki reputasi yang mengganggu. Miksi disebut sebagai wanita murahan di kota ini, tidak usah orang-orang, aku pun juga menganggapnya begitu. 3 tahun lalu saat aku tidak dekat dengannya, aku melarang temanku Hanna untuk berteman dengannya karena, bagiku, dekat dengan orang yang namanya buruk juga akan memperburuk reputasi.
            Lalu mengapa sekarang aku berteman dengan Miksi? Mungkin karena aku sudah tidak berbeda dengannya? Haha, setidaknya mantanku akan sependapat dengan kalimat tersebut, yep, I’m an easy A for him, and that’s why he left. But, Am I? Entahlah, aku tidak ingin memusingkan hal itu sekarang, aku sudah menghabiskan air mataku saat menuju ke kafe ini, sesampai disini Rangga menelfonku. Sebelum Rangga menelfon aku yakin hal yang akan ia bicarakan denganku adalah hal yang sama seperti yang dipermasalahkan oleh mantanku, masalalu. Saat ia menelfonku, ia menceritakan hal tersebut tepat seperti yang aku bayangkan dan aku meyakinkannya untuk tetap tinggal, karena aku tidak ingin Miksi merasakan apa yang jelas aku rasakan saat ini, kehancuran tingkat kepribadian, seolah aku sudah kehilangan diriku. Mengingat aku adalah seorang koas yang sedang berada di stase jiwa, aku tentu bisa menentukan diagnosis untuk diriku sendiri, depresi, hanya saja aku tidak tau tingkat depresi yang aku alami, aku masih bisa mengontrolnya, menutupi kehancuran hatiku di depan teman-temanku, padahal saat sendirian, pikiran untuk melukai diri sendiri sudah selalu aku rasakan, bahaya, namun aku masih menyimpan semuanya sendirian. Aku mengungkapkan semuanya pada Rangga, kisah ku dan seluruh alasan mengapa ia harus bertahan dengan Miksi, tidak butuh waktu lama, entahlah, entah aku yang sangat meyakinkan, atau memang sebenarnya Rangga tidak memperdulikan hal itu, aku tersenyum puas saat Rangga mengatakan, “Yaudah si La, sebenernya gue udah gak terlalu kepikiran masalah itu, gue juga tau itu bukan masalah yang seharusnya gue ributin.” Yes! Seruku dalam hati, satu hati aku cegah dari kehancuran.
“Tapi bukan cuma itu..” Rangga menambahkan ragu
“Apa lagi ngga?” Aku merasakan ada sesuatu yang salah, jelas ia sudah serius menerima masalalu Miksi, aku bisa mempercayainya dari kalimat ia berbicara.
“Gue tu males dia keras banget kayak batu, Gue gak pernah berniat buat ngelarang dial oh, cuma ya emang ada banyak tingkah dia yang gue gak suka…”
“Contohnya?”
“Keluar malem, ya lo harusnya ngerti dong gimana perasaan gue..”
“Gue ngerti,” Aku memotong kalimat Rangga, “Tapi lo harus tau Nggak, orang gak akan pernah berubah kalo dirinya gak sadar, kalo lo ngelarang dia, itu gak akan bikin dia berenti, cuma bakal bikin dia bohong sama Lo.”
“Nah kan itu..”
“Yang harus lo lakuin adalah..” Aku kembali memotong tanggapan Rangga, “Ngejelasin ke dia kenapa lo gak suka, dan apa dampaknya kalo dia nerusinnya. Gue sebagai cewek suka kok diingetin, asal dalem bates wajar, dan cara yang tepat. ”
“Dia tu batu banget, La. Gue tu udah ngomong dengan sebaik mungkin, selembut mungkin.. Tapi dia…. “

            Percakapan kami tidak hanya membahas tentang pulang malam, Rangga menceritakan semuanya denganku, semua tingkah miksi, dan aku percaya, aku sudah mendengar cerita tentang miksi dan hubungannya yang sebelumnya, aku tau jelas Rangga tidak sedang berbohong ataupun menjelekkan Miksi, ia tidak sangat berhati-hati dengan segala hal yang ia ceritakan. “Yaudah Nggak, nanti gue bantu ngomong sama Miksi, gue bakal netral kok, dan gue gak akan jelekin lo atau Miksi, tenang aja.” Itu kalimat yang akhirnya aku lontarkan agar pembicaraan itu terselesaikan. Setelah menutup telfon aku langsung menelfon Miksi dan Yap, dia mereject telfonku.