16 Agustus 2017

LET'S TRAVELL

AREN'T YOU BORED ALWAYS BE HERE?
There's always a reason to travel

Orang-orang selalu terpaku dengan alasan mengapa mereka harus melakukan suatu perjalanan, terkadang mereka hanya tidak menyadari betapa suatu perjalanan akan mempengaruhi hari-hari mereka. Orang-orang sibuk membolak-balik kalender di atas mejanya hanya untuk mencari warna merah beruntut dimana mereka bisa merasa bebas dan menghela nafas. 

**2017**
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. 
"Kapan masuk kuliah lagi?" 
Aku hanya memutarkan bola mataku mendengar pertanyaan itu, "Really, Did it mean something?" Aku memaki dalam hatiku, namun tidak mengatakan apapun dengan mulutku.
"Heyy?" Dia memanggilku sekali lagi. 
Aku menggelengkan kepalaku, "Masih lama", akhirnya suaraku keluar dengan nada ketus, bukannya sengaja bersikap tidak sopan berbicara dnegan orang tua dengan cara begitu, aku hanya... kesal...
"Mau berangkat?" ia kembali menawarkan hal tersebut padaku, ini sudah kesekian kalinya, ia terus menganggap aku tidak pernah meminta apa-apa, dan ia menganggapku tidak berani meninggalkan sarang. 
" I really don't know where to go, Mom." 
Ia melepaskan celemeknya, mencuci tangannya , menarik kursi disebelahku sambil tersenyum lalu menatapku dalam. 
"Kamu tau dimana mama ketemu sama papa kamu?"
Aku tidak tertarik, aku hanya menghargai ibuku yang sedang sangat ingin menginspirasiku tanpa celotehannya.
"Mama cuma pacaran sama papa 3 bulan, malah, itu bukan pacaran. Itu waktu total waktu kita kenal, sebelum akhirnya kita menikah."
Aku mulai memunculkan suatu tatapan ejekkan kepada ibuku, ia yang selama ini selalu menceramahiku untuk tidak terburu-buru mengenai laki-laki.
"Mama sama putus asanya kaya kamu sekarang. Tapi mama pergi, berangkat, nenangin diri sendirian."
Ia menarik kertas yang dari tadi aku hapus karena beberapa coretan yang aku buat sebelumnya, lalu ia mulai mencoret kertas tersebut sambil bercerita.

**1988**
Pucak, Jakarta,  Indonesia.
Carla menatap kolam kecil di depannya yang sangat tenang, ditemani kicauan burung yang bernyanyi, dan desauan angin yang cukup kencang. Ia berkali-kali mengatur nafasnya memastikan semuanya akan kembali seperti semula. Pemandangan puncak kali itu sangat indah, ini bukan pertama kalinya Carla kesini, pemandangan seperti ini selalu membuatnya tenang. Berlibur untuk menenangkan diri memang suatu pilihan yang tepat. Dingin menusuk tulang diabaikan oleh 
Carla, dilapisi sebuah handuk mandi berwarna shocking pink kesayangannya, ia merencanakan perjalanannya hari ini. Ia membayangkan berjalan menyusuri perkebunan teh di sekitar hotelnya, memetik strawberry di perkebunan pribadi yang sudah ia kenal dari beberapa tahun yang lalu dan makan siang sate kelinci yang merupakan khas dari daerah sekitar sini. 
"Selamat Pagi ibu, mobilnya hari ini mau di pake jam berapa?" tiba-tiba sesosok pegawai hotel muncul di depanku, membuatku sedikit shock dan terbangun dari lamunanku.
"Eh iya mas ga usah, hari ini mau jalan-jalan sekitar sini aja." Carla akhirnya menjawab dengan penuh senyum terpuaskan karena mengetahui perjalanannya kali ini tidak akan sia-sia...
Sesekali Carla teringat akan Aria, yang menjadi alasannya berada disini saat ini. Ia mengingat sebenarnya bukan ini rencananya beberapa minggu lalu, namun sekarang ia tepat berada disini, di Puncak, Jakarta, Indonesia, bersama hati yang sedikit tersayat.

Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Uap yang mengepul menghiasi kawah putih di bawah sana, terlihat seolah-olah panas, Aria menarik
lengan bajunya hingga tangannya tersembunyi, menghembuskan nafasnya dalam-dalam. "I wish you were here." ia berdesis dalam hatinya sendiri. Lalu membalikkan badan dan memandang teman-temannya yang duduk melingkar di depan api unggun buatan mereka. Satu di antara mereka memegang gitar sambil memeluknya, menggoda teman-temannya yang lain yang berpasangan, terlihat wajah penuh canda tawa. Satu diantara mereka menyadari keberadaan Aria yang jauh dari lingkaran, ia yang tadi melingkar dari lengan salahsatu dari yang lainnya, ia mengatakan sesuatu sambil menunjuk ke arah Aria, lalu berjalan ke Aria tepat setelah mendaratkan sebuah kecupan di pipi kekasihnya tadi.
Aria membalikkan badannya, kembali menatap kawah putih yang menurutnya sangat menenangkan itu. 
"Hey mister galau."
"Hahahaha Gitaaa."
Walaupun Aria sudah menduga Gita yang sudah pasti akan menghapirinya, ia tidak menyangka dengan caranya menyapa dan panggillan tersebut. Gita tibatiba datang dan merangkulnya lalu memanggilnya dengan sebutan mister Galau, ia tidak mengatakkan apapun pada teman-temannya tentang hubungannya dengan Carla, ia bahkan tidak menunjukkan bahwa ia sedang bersedih, walaupun sesungguhnya ia lebih dari kata sedih. 
"Jadi, kenapa Carla nggak ikut?" Gita kembali bersuara memecah lamunan Aria yang entah sudah sampai mana.
"Hahh?? Apaa??" Aria bertanya saat ia tau jelas apa yang di tanyakan oleh Gita, lalu ia buru-buru menambahkan, "Mama Papanya nggak boleh"  
Gita meragukkan jawaban Aria, namun ia tau Aria juga menyadari hal tersebut.
"Oh, well, jadi kali ini kenapa kalian pilih buat liburan secara terpisah?"
Aria menghembuskan nafasnya panjang, menganggukkan kepalanya dengan artian ia akan menjelaskan segalanya. 
"Gue sama Carla, kalo lagi ribut, selalu jadiin travelling pemecah masalah kita, nikmatin pemandangan baru bikin dia dan gue sama-sama puas, saat kita udah sampe di tempat tujuan kita, kita baru ngomong, apa salah gue, apa salah dia, dengen begitu, gue dan dia selalu berhasil ngelewatin semua masalah. Anggep aja Travelling adalah emergency exit buat kami berdua. dan sekarang,  gue dan dia di larang sama mamapapa kita, masalah adat, dan mana mungkin gue ataupun dia bisa izin keluar kota saat keadaan seperti itu. Jadi kita putusin buat beli lukisan..."
Aria tau Gita akan bereaksi berlebihan tentang ceritanya kali ini, Gita sudah menjadi temannya dari saat ia kecil, dan Gita mengetahui setiap inci cerita Aria dengan Gita, semua hal baik. Dan permasalahan adat yang di hadapi oleh Aria kali ini tentunya akan ikut mengguncang ketenangan Gita. Namun, Gita menahan ekspresi dan pertanyaan yang ia sudah tau jawabannya akan panjang, dan mengalihkan cerita Aria , jadi ia hanya memasang ekspresi agar Aria melanjutkan ceritanya. 

Aria kembali menganggukkan kepalanya dan kembali bercerita, "Yah, Lo tau seharusnya gue sama dia disini sekarang, dan minggu depan, Gue dan dia seharusnya berada di puncak, tempat dia sekarang. Kita mutusin buat pisah, kita gak akan ketemu lagi, sepakat kalo lukisan-lukisan ini bakal jadi yang terakhir. Bener-bener terakhir..."

Gita secara refleks memeluk Aria, dan ia merasakan ketegangan yang dialami Aria, ia tidak mengerti bagaimana sahabatnya itu bisa bersikap sangat tenang, bahkan teman-temannya yang lain tidak membaca ada yang salah dari dirinya, ketika ia sebenarnya berada di titik terendah dalam hidupnya, saat ia jelas harus melepaskan orang yang ia cintai dan mencintainya selama beberapa tahun terakhir.

Puncak, Jakarta, Indonesia

Kebun strawberry terbentang luas, strawberry berbagai ukuran terlihat sangat cantik, ada beberapa anak kecil terlihat sedang berkejar-kejaran, sementara orang tua mereka mengawasi dari jarak-jarak tertentu. "Cara milih strawberry yang bagus gimana sih mbak?" Carla bersemangat menanyakan hal-hal tentang strawberry kepada pegawai yang ada bersamanya sekarang, 'Kindy' tertulis di bet nama yang tertempel di pakaian pegawai tersebut. 
"Kindyy?" Sesosok laki-laki tampan yang hanya berjarak beberapa meter dari mereka? Pegawai yang bernama kindy itu langsung menuju keorang yang memanggilnya, tadi, sambil membisikkan kepada Carla, "BOS". Carla memperhatikan orang itu, sebuah kaus dengan merek kebun ini dilapisi dengan jaket kulit, Carla menahan sedikit senyum dalam hatinya, "My type" ujarnya dalam hati. Ia memalingkah wajahnya lalu kembali memfokuskan dirinya kekebun strawberry, berusaha kembali memilih stawberry untuk ia petik. 
"Ada yang bisa saya bantu mbak?" Orang yang di sebut Kindy sebagai 'Bos'nya tadi sudah berada tepat disebelah Carla dengan membawakan sebuah keranjang kosong dan sebuah gunting untuk membantu Carla memetik Stawberry.

**2017**

"Masalahnya adalah sayang, kamu nggak bisa memutihkan kembali kertas yang udah ada nodanya ini, ada cara lain untuk membuatnya kembali indah, tanpa harus meruksaknya. Dunia kamu baru sebatas coretan kecil yang kamu buat dari tadi. Dan ini adalah dunia kamu yang seharusnya, bahkan, ini belum selesai, masih banyak yang belum kamu temui, dan semuahal itu, tidak akan kamu temui kalo kamu bahkan nggak mau mencoba..." 

Ia mengembalikan kertas yang dari tadi sibuk di coretnya, aku yang terfokus keceritanya tidak menyadari apa yang ia lakukan kepada kertas yang tadi aku sibuk hapus... Aku terpaku...

Aku membukan ponselku, mengetikkan beberapa hal disana, mencari Tiket murah dan tentunya dengan ketepatan teknologi, itu bukal hal yang sulit.